Kamis, 28 Maret 2013

Latar Belakang Lahir Detasemen Khusus 88 

(DEN 88)



Setelah tragedi Bom Bali I tahun 2002, mulai dirasakan pentingnya pembentukan sebuah unit pasukan khusus untuk penanggulangan terorisme secara domestik seperti ancaman teror bom hingga penyanderaan sandera di Indonesia. Karena lebih menyangkut keselamatan masyarakat umum sehingga lebih berdimensi penegakan hukum dan kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat), maka pembentukan pasukan khusus anti teror itu adalah di bawah Kepolisian RI.

Berbeda dengan tugas Sat 81/Gultor Kopassus yang memang lebih ditujukan pada ancaman teror terhadap kedaulatan negara dan juga bisa diterjunkan ke luar wilayah Indonesia. Seperti halnya operasi khusus di daerah konflik militer Aceh yang melawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebelum masa perdamaian beberapa tahun lalu ataupun operasi terhadap OPM di Papua. Anda masih ingat bahwa satuan tersebut ketika masih bernama pasukan anti teror Kopasandha (Komando Pasukan Sandi Yudha) berhasil menumpas teror pembajakan pesawat Woyla tahun 1981.

Tetapi satuan anti teror Sat 81 Gultor atau Denjaka maupun unit anti teror lain dari unsur militer dirasakan kurang tepat menangani ancaman teror yang menganggu kamtibmas masyarakat seperti terorisme oleh kelompok JI atau kelompok lainnya. Apalagi operasi satuan anti teror dari unsur militer adalah bersifat rahasia sehingga pasukan itu kurang tepat diekspos kepada umum dan juga karena tugas mereka berdimensi militer untuk menghancurkan ancaman teror oleh musuh negara yang hendak mengganggu kedaulatan negara.

Setelah menyadari pentingnya penanggulangan ancaman teror domestik setelah berentet pengeboman baik Bom Bali tahun 2002 atau Bom Kedubes Australia (2004) dan sebagainya, maka pemerintah Indonesia membentuk sebuah satuan anti teror Polri agar pengungkapan dan pemberantasan teorisme lebih efektif tanpa harus terganggu oleh berbagai berbagai hambatan birokrasi dalam tubuh kepolisian. Maka dibentuklah Detasemen Khusus 88 Anti Teror Kepolisian Republik Indonesia pada 26 Agustus 2004 dengan komandan pertamanya, Ajun Komisaris Besar Polisi Tito Karnavian.

Kekuatan pasukan khusus anti teror Polri yang bermarkas di Megamendung, 50 km di selatan Jakarta ini diperkirakan mencapai 400 anggota. Diberi angka 88 karena memiliki makna khusus yaitu jumlah korban Bom Bali yang mencapai 88 orang dan juga memiliki makna lain yaitu tidak terputus dan terus menyambung. Maksudnya tugas Densus 88 ini tidak terputus dan terus menyambung. Selain itu angka 88 ini juga menyerupai borgol yang bermakna bahwa polisi serius menangani kasus teror.

Mereka juga dilengkapi beraneka peralatan canggih baik persenjataan maupun kendaraan buatan Amerika Serikat seperti senapan serbu Colt M4, senapan penembak jitu Armalite AR-10, dan shotgun Remington 870. Tidak hanya itu, Densus 88 ini juga mendapatkan pelatihan langsung oleh CIA, FBI, dinas rahasia AS Secret Service dan para mantan pasukan khusus AS serta tentu saja pelatihan oleh instruktur dari unsur pasukan khusus militer Indonesia seperti Kopassus. Konon Densus 88 juga akan memiliki pesawat C-130 Hercules sendiri untuk meningkatkan mobilitasnya.

Dengan peralatan canggih dan pelatihan dengan materi yang setara dengan pelatihan pasukan anti teror di negara maju seperti AS ini, tidak heran jika dalam usia yang masih muda Densus 88 ini berhasil unjuk gigi dengan kesuksesan operasi-operasi anti terornya. Diantaranya operasi penumpasan yang menewaskan buronan no. 1 di Indonesia dan Malaysia, Dr. Azahari yang dikenal sebagai Doktor Bom di Kota Batu, Jawa Timur pada 9 November 2005, penangkapan Yusron al Mahfud, tersangka jaringan teroris kekompok Abu Dujana di Banyumas, Jawa Tengah pada 9 Juni 2007 dan beberapa operasi lainnya termasuk operasi baru-baru ini seperti yang telah disebutkan pada awal tulisan ini.

Dengan kembalinya ancaman teror yang mulai marak lagi, sudah tentu Densus 88 AT Polri akan makin sibuk. Namun pasukan khusus ini tidak bisa berjalan sendiri saja tanpa adanya partisipasi dan dukungan yang nyata dari semua unsur masyarakat dan pemerintah. Oleh karena itu, demi keamanan dan ketenteraman bangsa dan negara kita yang tercinta ini, mari kita semua tanpa kecuali bersama-sama bergandeng tangan melawan ancaman teror apapun bentuknya di Indonesia.


Densus 88 juga banyak dibicarakan terkait keberhasilannya yang diklaim dalam menangkap dan mematikan pergerakan teroris’ di Indonesia. Tapi tahukah Anda Logo Simbol sejarah pembentukan dan mengapa nama yang digunakan untuk satuan ini adalah Densus 88?



Logo atau simbol yang dipakai oleh satuan ini berupa desain lingkaran garis warna hitam dengan tulisan DETASEMEN KHUSUS 88 ANTI TEROR dengan latar belakang warna merah marun dan di tengah-tengah lingkaran terdapat gambar burung hantu warna hitam dan abu-abu dengan latar belakang warna kuning terang.
Simbol ini dipilih mengingat filosofi yang didapat dari kemampuan sebenarnya burung hantu itu sendiri. Dimana burung hantu sebagai hewan yang mempunyai pendengaran dan penglihatan yang tajam serta kecepatan untuk menangkap mangsa favoritnya yaitu tikus. Disini tikus diibaratkan seperti teroris yang sifatnya sama seperti tikus, suka mengganggu dan berbuat yang merugikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar